Sunday, March 22, 2020

Mengapa Kita Diciptakan


Pengantar :
Buku ini adalah cetakan pertama dari Murtadha Muttahari yang berisi lima topik pembahasan tentang tujuan hidup manusia yang muncul pada tahun 1972 , sebagai bagian dari pembahasan berseri dengan topik dunia dalam pandangan Islam, kemudian penulis mempersembahkan buku ini sebagai sebuah upaya untuk menerangi kegelapan akibat pengaruh kehidupan modern yang meterialistis, dengan menyuguhkan sebuah pemahaman yang sangat matang mengenai tujuan hidup yang sebenarnya.

Tujuan Penciptaan: 
Kita sering mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk mencari kebahagiaan dan ketenangan, dan Allah tidak membutuhkan sesuatu pun dari ciptaannya, pun tidak mendapatkan apa-apa dari keberadaan ciptaannya. Pada hakikatnya manusia diciptakan dengan memiliki kehendak bebas yang kemudian mempunyai kehendak untuk memilih kebaikan maupun keburukan. Islam menegaskan bahwa sesungguhnya manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah dengan penghambaan yang sebenarnya, mengenal Allah, dan mencari kedekatan kepadanya, sebab karena jalan itulah manusia akan menemukan tujuannya. 

Landasan etika personal dan etika sosial :
Dalam kehidupan manusia, pasti memiliki tujuan baik dia sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Semua sistem sosial pasti memiliki sasaran-sasaran tertentu yang kemudian menjadi kecenderungan individu dalam sistem masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa sasaran atau tujuan, kehidupan sosial tidak mungkin ada. Kehidupan sosial berarti kebersamaan seluruh yang ada didalamnya untuk mencapai tujuan, baik tujuan material maupun spiritual. Tujuan umum dari beberapa orang dalam kehidupan bermasyarakat, mungkin hanya tujuan material semata, contohnya semisal beberapa industri dan perusahaan komersial  yang terdiri dari orang-orang yang berbagi tugas, ada yang menyediakan modal, dan lainnya menyediakan tenaga kerja. Tetapi kehidupan sosial manusia tidak bisa diatur seperti halnya mengatur sebuah perusahaan, karena landasan dan paradigmanya memang sangat berbeda. Kutipan dari Bertrand Russell yang percaya bahwa landasan etika sosial adalah penghargaan atas individu-individu. Sistem nilai adalah hal yang fundamental bagi semua Mazhab pemikiran, sebab sistem nilai inilah yang bisa memberikan bimbingan kepada manusia dalam melakukan tugasnya baik individu maupun sebagai makhluk sosial dan tentunya sistem nilai tidak berarti apa-apa ketika tidak dilandasi keyakinan kepada sang pencipta bahwa kearifannya mewujud dalam penciptaan. 

Agama, mazhab pemikiran dan pandangan dunia :
Agama memberikan kekuatan kepada sebuah ideologi untuk menciptakan kasih sayang dan cinta terhadap tujuan-tujuan yang lebih tinggi dibanding dengan tujuan-tujuan individualistik saja, tujuan yang bersifat materialistik yang selama ini banyak kita temukan pada mazhab pemikiran modern seperti eksistensialisme yakni, aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada individu yang bertanggung jawab atas kehendak bebasnya tanpa mengetahui mana benar dan mana tidak benar. Jika sebuah ideologi tidak disandarkan pada agama dan hanya merujuk pada intelektualnya saja maka ideologi ini tidak mampu menumbuhkan cinta dan kasih sayang. Suatu tujuan materialistik belum bisa disebut sebagai tujuan suci, dan ini bukanlah tujuan kemanusiaan, karena pengorbanan untuk tujuan seperti ini menjadi tidak logis yang dimana hanya memuat hal-hal materi saja, sementara pengorbanan seharusnya adalah suatu tindakan untuk mencapai tujuan lebih tinggi dari sekedar materi. Pandangan dunia tauhid mengisyaratkan kewajiban ilahiah sementara yang lainnya, semisal eksistensialisme yang kehilangan landasan spritualnya.

Islam dan penyempurnaan manusia : 
Dalam memperbincangkan islam sebagai mazhab pemikiran, kita harus memperjelas apakah iman itu adalah tujuan atau karunia. Kita dapat mengatakan bahwa iman memberikan kedamaian, kesabaran dalam musibah, dengannya setiap orang bisa mempercayai orang dalam sebuah masyarakat, pun iman menunjukkan kebajikan dan mencegah kedengkian. Tetapi, apakah iman itu baik karena efeknya atau apakah baik karena keniscayaan penyempurnaan di dalamnya? Pertanyaan muncul, apakah ukuran manusia sempurna itu? Manusia yang menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan. Namun, ukuran ini sangat sulit untuk diverifikasi, karena banyak manusia yang beribadah demi mendapatkan keuntungan di akhirat. Tak lain jika imam Ali menyebutnya sama halnya berdagang. Ada banyak pandangan materialistis yang berujung pada pencarian keuntungan material semata. Namun, ada beberapa pandangan dalam melihat manusia sempurna yaitu ada lima yakni, 

Menurut pandangan gnostik adalah Manusia dikatakan manusia, ketika telah memahami kebenaran dan menyatu di dalamnya. 

Menurut pandangan teosof ada dua ukuran manusia sempurna yakni, memiliki pengetahuan tentang realitas atau disebut hikmah dan mensyaratkan keadilan yang lebih kepada keadilan moral yang menjadi sumber keadilan sosial.

Menurut agama Hindu adalah ukuran manusia sempurna terletak pada perasannya, yaitu rasa cinta yang dimilikinya. 

Pandangan lain mengatakan bahwa ukuran manusia dianggap sempurna terletak pada keindahannya baik keindahan fisik maupun keindahan bathin. Pandangan lain yang dianggap sebagai pendapat umum dibarat adalah yang materialistis yang meletakkan kesempurnaan manusia pada kekuatannya.

Tauhid Islam :
Menurut pandangan Islam, Tuhan bukanlah pencipta laiknya seorang bapak yang melahirkan anak-anaknya, jika disifati demikian, lantas apa yang akan dilakukannya  setelah penciptaan itu selesai? Apakah Allah akan seperti bapak yang memiliki anak yang harus memberi nafkah kepada anak-anaknya ? Atau Allah hanya memberi kelangsungan hidup kepada ciptaannya (tidak mencipta lagi) ? Atau mungkinkah Allah seperti yang dimaksud oleh Aristoteles bahwa hanya sebagai daya penggerak saja?

Logika Islam tentang Tuhan lebih tinggi dari konsep seperti diatas. Tidak ada sesuatu pun yang dapat diperbandingkan dengan Allah. Jika Allah adalah realitas maka selainnya adalah fatamorgana atau bayang-bayang. Alqur'an berkata, "Allah adalah cahaya langit dan bumi" (Q.S 24:36). Ayat ini mengandung arti bahwa Allah adalah dirinya sendiri, segala sesuatu lainnya tergantung kepada wujudnya. 

Dalam maujud Allah, selainnya hanyalah ketiadaan dan bagi seorang yang telah menemukan Allah,.dia tidak akan berpaling kepada selainnya. Oleh karena itu, keyakinan islam jauh lebih tinggi dan tak akan memperbandingkan Allah dengan yang lainnya. Dialah zat yang menjadi kebenaran dan realitas.

Perspektif resentor : 
Buku yang dituliskan oleh Murthada Muttahari ini sangat menarik bagi pembaca yang masih dalam proses mencari kebenaran, banyak pengetahuan-pengetahuan yang hadir dalam diri dan memberikan kesadaran bagi kita semua "mengapa kita diciptakan" selain itu, buku ini sangat relevan buat orang-orang yang awam dalam beragama. 

Terimakasih.

No comments:

Post a Comment

HmI Komisariat Metro Unimaju Wujudkan Kader HmI Maju

Mamuju – Pembukaan Basic Training Latihan Kader 1 (Lk-1), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Metro Unimaju, mengambil tem...